Terkadang
dalam benak saya muncul pikiran” seperti ini, Rakyat saya itu sungguh bandel
(Rakyat dalam artian pemuda). Sebagai pemimpin , sungguh saya tak pernah
menyangka bahwa manusia bisa sedemikian ‘mbandel-nya’. Susah benar mengatur
mereka. Orang diajak bersatu saja kok sukarnya bukan main.
Mending ngurusi kambing atau sapi.
Bersatu itu ‘kan enak. Alam dan kehidupan sudah memberi contoh sejak dulu.
Mending ngurusi kambing atau sapi.
Bersatu itu ‘kan enak. Alam dan kehidupan sudah memberi contoh sejak dulu.
Kalau cabe mau bersatu dengan terasi dan brambang ditambah garam, kan jadi sambal yg nylekit. Apa sih keberatannya? Sekedar bersatu dengan terasi – kok keberatan. Apa maunya hidup tanpa sambal?
Ini adalah negeri sambal. Ini adalah masyarakat sambal. Ini adalah kebudayaan dan peradaban sambal. Dan sekarang terbukti bahwa terutama di bidang kepemudaan, para pemuda sendiri jelas tidak mampu meniru persatuan sambal.
Jadi, saya ini sebagai pemimpin, benar-benar pusing kepala.
Entah kenapa Tuhan mencampakkan saya ke urusan-urusan dimana saya harus berhadapan dengan anak-anak kemarin sore yang naïf-naif.
Saya ajak merawat persatuan dan kesatuan rewelnya bukan main. Saya kasih tawaran untuk memiliki kemuliaan jiwa, juga ogah-ogahan. Terus maunya itu apa?
Misalnya,
kaki mereka saya injak, lantas saya katakan : “ Damai ya? Kamu mau memaafkan
saya atau tidak? Memaafkan itu perbuatan luhur. Tuhan saja banyak sifat pemaaf
dan pengampunnya. Tuhan yang mahabesar dan tak butuh apa-apa saja bersedia
memaafkan, kok kamu sok tidak mau memaafkan. Ayo ! Mau memaafkan saya atau
tidak ! Kalau tidak, berarti kamu menentang saya.. Merangrang kewibawaan saya !”
coba sini rasakan getihe balung saya.
Jadi
kalau saya menginjak kaki mereka, itu suatu metode pendidikan untuk melatih kebebasan jiwa mereka. Kalau saya
menempeleng sirahnya, dan sering ribut
dengan mereka, itu untuk menguji keluasan hatinya. Kalau saya sering
mengejek mereka hingga keluar bahasa
umpatan” yang tak enak didengar, itu demi menatar
keteguhan batinnya.. kalau saya sering minum alkohol hingga nggak karuan,
padahal saya ini ketua pemuda ? itu semata-mata agar mereka mengembangkan
kecerdasan ilmunya tentang seberapa tinggi ketahanan
mereka atas hal-hal yg buruk . Menguji keluasan hati, melatih kebesaran
jiwa, mengembangkan ilmu dan meneguhkan akhlak, dan lain sebagainya –
Karena, Sebagai pemimpin saya tidak mau punya rakyat yg cengeng, yg rewel dan sentimentil.
Karena, Sebagai pemimpin saya tidak mau punya rakyat yg cengeng, yg rewel dan sentimentil.
Di sinilah letak ‘kesalahpahaman’ rakyat saya. Maklumlah mereka memang masih terlalu kecil untuk di ajak berpikir dewasa. Mereka bisa melihat tapi tak bisa merasakan. Terlalu lama dijajah oleh mindsetnya dan sebelumnya di tindas oleh lingkungannya sendiri. Jadi memang saya memerlukan ‘tahap – tahap’ pembangunan dan pendidikan jangka panjang beberapa tahun.
Dan kalau saya boleh buka rahasia : “Saya tidak mau dinilai oleh Tuhan sebagai pemimpin yang tinggal gelanggang colong playu. Pemimpin yang lari dari tanggung jawab sebelum tugasnya mampu dibereskan dengan tuntas !
Tidak. Saya bukan tipe manusia yang pengecut dan betina.
Sebelum tanggung jawab bisa saya penuhi sepenuhnya, saya tidak akan lari kemanapun. Saya akan tetap panggul tanggung jawab itu, sebagaimana para leluhur kita dahulu memanggul kebenaran, meskipun di sakiti, dilukai, difitnah, dirasani, dan disalahpahami tapi kemudian ‘di cintai’ :)
Itulah bedanya antara saya dan pemimpin sebelumnya . Mereka pada umumnya berhasil ‘membangun’ generasi baru, tapi tak bisa ‘merawatnya’. Dan beberapa tahun kemudian, imbasnya menimpa generasi saya.
Setelah selesai dari jabatannya dengan meninggalkan problem”nya. Dan problem” itu harus diselesaikan oleh para penggantinya.Yakni saya ! Para pemimpin baru yang menggantinya, yang tidak ikut menciptakan masalah, harus susah payah mengatasinya. Bagi saya pribadi, itu benar-benar suatu keegoisan sejarah… Paiiiiitttt.
Saya tidak. Sekali lagi saya tegaskan : saya tidak! Saya tidak demikian. Saya bukan pengecut licik dan tengik ! Saya dengan saksi lelembut akan dengan teguh memanggul tanggung-jawab ini sampai semua masalah itu terselesaikan ! Rawe-rawe rantas malang-malang putung.
Tapi ya itu
– susah bener menyuruh rakyat untuk bersatu.. hehehe asu sekali. Tetapi, namanya juga rakyat. Rakyat itu kan kanak-kanak abadi.
Susah di
ajak dewasa. Kalau anak kecil itu kemriyek, suka ribut dan suka mempermasalahkan
apa saja. Kalau orang dewasa bisa lebih tenang dan stabil jiwanya. Sungguh saya mendambakan ‘kedewasaan rakyat’.
Maunya saya, mbok yang tenang-lah. Saya kasih makan apapun, usahakanlah tenang.
Sekali lagi saya tegasakan, Tujuan saya adalah memang menguji daya ketenangan dalam jiwa mereka.
Rakyat saya harus dewasa, harus matang kepribadiannya, tidak gampang berprasangka buruk, tidak gampang iri, dengki atau malesan.
Sekali lagi saya tegasakan, Tujuan saya adalah memang menguji daya ketenangan dalam jiwa mereka.
Rakyat saya harus dewasa, harus matang kepribadiannya, tidak gampang berprasangka buruk, tidak gampang iri, dengki atau malesan.
Misalnya
sekali waktu, atau di banyak waktu, sengaja saya menerapkan perilaku yg penuh
kemunafikan. Tujuannya ? Tak lain tak bukan adalah untuk mengetahui secara
persis mereka memaknai kebenaran ..
Kalau saya sebarkan ketidakadilan umpamanya, saya ingin mengerti seberapa ‘bakoh’ hati mereka di timpa oleh nasib
buruk yang menyiksa. Dan saya memilih jalan seperti itu ! Mereka harus tetap
tenang ,kompak, damai dan bersatu dan tetap mengkritisi.
Mungkin
akan saya cicil sedikit demi sedikit melalui pidato-pidato di forum kepemudaan,
agar rakyat saya terdidik. Mungkin juga saya akan menciptakan semacam
reportoar ‘drama’, entah monolog entah
drama kolosal – mengenai semua ini—agar saya berlega hati “Menyaksikan rakyat saya berproses untuk dewasa dan penuh persatuan dan
kesatuan, sesudah itu saya tinggal. Kalau
tidak , saya akan malu kepada Tanah yang melahirkan saya ! “
#Tidak usah terlalu
serius di pikirkan artikel ‘nggak penting’
ini, dan ini hanyalah pembenaran terhadap
kesalahan saya dan pikiran liar’ku saja !